sebatas cerita pendek dari sekolah yang mendalam

Rabu, 23 Oktober 2019

Sepotong Pesan untuk Masa depan


Sepotong Pesan untuk Masa depan
Pagi yang indah, Suara angin menghembus dengan lembut, Burung – burung berkicau, Matahari terbit dengan senyuman, Serasa damai hati ini. Lalu ku nikmati secangkir kopi yang mungkin akan menjadi inspirasi kala itu.
Ku tuliskan kata demi kata yang terhubung. Imajinasiku, sejarahku, ceritaku, kutumpahan ke dalam kertas dimana suatu saat nanti kertas itu akan berarti dalam hidupku.
Tinggal di desa yang masih tradisional yang berada di kaki Gunung Muria, tempat yang sejuk,damai, tenang dan mungkin akan ku tangisi saat ku meninggalkannya.



Namaku Alan Sujarwo biasanya orang memanggilku Alan, dan sebenarnya Sujarwo itu nama Ayahku, mungkin ayah menyelipkan namanya kepadaku agar Aku mirip dengannya, Padahal kata Orang – orang aku mirip ibuku.
Sekolah bagiku kegiatan yang membosankan, Setiap kali matahari terbit aku berangkat dan saat terik matahari menyengat aku pulang. Aku tak tahu apa yang ku cari disekolah dan tak tahu apa tujuanku untuk itu.
Aku pernah bertanya pada sahabatku namanya Soleh, dia anak yang yang kece dan konyol.
Aku bertanya: Leh, untuk apa sih kita sekolah?
Kita sekolah untu dapat uang saku (Jawab Soleh dengan nada tinggi)
Akupun tersenyum, hatiku berkata “ dasar Soleh di otaknya cuma ada uang dan jajan”.
Aku berjalan kaki untuk menuju sekolah, tak terlalu jauh jaraknya mungkin 1 kiloan.
Di sepanjang jalan terdapat sambutan,Senyuman teman – teman yang menanti di setiap pertigaan jalan, ada Edy, Riko, Maman dan lainnya, Tak jarang kami telat karena menunggu teman yang belum terkumpul.
Aktivitas harianku simple, pagi Sekolah, sore main, magrib ngaji dan subuh ngaji juga. Dilihat dari  aktivitasku aku seorang yang alim dan baik. Tapi tidak dengan kenyataannya, aku seorang pemabuk dari berbagai Oplosan, Arak dan minuman lainnya, tak jarang aku harus mencuri barang orang lain hanya untuk membeli sebotol minuman. Pada kenyataannya hidupku seperti itu, tak hayal kalau hidupku sangat berwarna, walaupun itu warna gelap.
Aku memang ngaji dan belajar untuk hidup yang lebih baik, aku tahu itu. Tapi aku tidak bisa menerapkannya dalam diriku, Hanya ada kebingungan yang selalu menghantuiku.
Hingga pada saat itu sebuah rasa penyesalan yang datang menghampiriku, Ketika sepulang sekolah aku mendapat kabar bahwa Pak Kyai (Guru ngajiku) meninggal. Akupun terpukul terpukul mendengarnya, Sosok guru yang sangat Ku hormati pada dedikasinya dan kesungguhan dalam mengajar, Beliau adalah sosok yang mungkin tidak akan ku temui pada orang lain.
Beliau mendirikan sebuah pondok pesantren dengan jeripayah dan uangnya sendiri, beliau tak pernah mau untuk meminta SPP dari santrinya, sungguh hati yang mulia, meskipun beliau hanyalah seorang guru yang mengajar di sekolah menengah, beliau tidak berfikir dua kali untuk membangun dan mengasuh pesantren itu.
Setelah kepergian beliau aku seperti kehilangan arah, Bagaikan musafir yang hilang di padang pasir. Tidak ada yang bisa menggantikan beliau, aku berfikir untuk menulis kata demi kata untuk menjadi Riwayat pesan beliau, beliau pernah berpesan,” Belajarlah, Suatu saat nanti kamu butuh itu”. Mungkin bagiku perlu waktu lama untuk mencerna kata itu, dan aku akan belajar, belajar dan belajar, ku harap suatu saat nanti ilmu akan bermanfaat untukku.
Waktu semakin berlalu akupun bahagia setelah lulus Sekolah, walaupun nilai ujianku jelek. Sedikit demi sedikit aku mulai meninggalkan kebiasaan burukku, Entah bagaimana aku melakukannya. Beliau, Pak kyai pernah berkata:
Mabuk itu pekerjaan Setan, ia bahagia dalam imajinasi, Saat kau sadar kamu akan menyesal, Nikmat fikiran,otak yang kau rusak dengan mabuk. Jika kamu bersungguh – sungguh mencari ilmu, Tinggalkan hal itu,”.
Mungkin pesan beliaulah yang mambuatku berfikir akan hidupku, aku yakin ku akan dapat menjadi hidup yang lebih baik untuk masa depan. Saat ku lulus sekolah aku memang bahagia, tapi bahagia dalam kebingungan, Apa yang kulakukan setelah ini,,,kerja,kuliah atau bagaimana ?
Sahabatku Soleh mengajakku untuk bekerja sebgai kuli batu di Jakarta, dan mayoritas warga di kampungku memang bekerja di ibukota sebagai kuli batu yang katanya mendapatkan hasil yang lumayan.
Akupun Berfikir apakah hidup hanya untuk mencari uang ?
Mungkin jawabannya tidak, aku perlu lebih untuk itu, aku harus belajar dan belajar, aku tahu ku bukan orang pintar dan aku memutuskan untuk belajar.
Aku ingat kata pak Kyai” Harta tak bisa membeli ilmu, tetapi dengan ilmu,harta bisa diperoleh
Sampai pada akhirnya aku Kuliah di kota, sambil membantu keuangan orang tua, aku tinggal di sebuah Masjid tak jauh dari tempat kuliah, Aktivas di masjid ya Adzan, Bersih – bersih dan melayani Masyarakat, Entah apa yang terjadi seorang pemabuk sepertiku di percaya dan di hormati untuk menjaga rumah Allah, sungguh hal yang mustahil untuk di cerna akal sehat. Aku memang orang tidak mampu, Tetapi orang tuaku yakin aku bisa menjadi orang yang lebih baik.
Pak kyai adalah Guru yang meniggalkanku dengan potongan pesan untuk menuntunku kejalan kebenaran. Masih banyak pesan dari pak Kyai yang mungkin tak bisa ku tuliskan dengan sebuah kata- kata.

Tidak ada profesi yang terbentuk tanpa adanya peran guru untuk Kyai, Ustadz, guru dan apapun sebutannya.( Pahlawan tanpa tanda jasa ) itu julukannya. Hormatilah guru niscaya ilmu akan manjadi berkah untuk masa depanmu. Aku memang tidak pandai merangkai kata dan aku tidak pandai menghambil hati pembaca, semoga kisah ini bisa bermanfaat untuk semuanya.
Oleh     : Meja Sekolahan
Tema   : kyaiku pahlawanku

Email  : qunofurniture@gmail.com
Telp     : 085229109795
Web     : qunofurniture.com

Baca Juga artikel kami tentang Manfaat perencanaan meja murid

Share:
Lokasi: Rt04, RW.02, Rw. VIII, Damarwulan, Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah 59454, Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar

Beberapa Post

Hubungi Kami