Sepotong Pesan
untuk Masa depan
Pagi yang indah, Suara angin menghembus dengan lembut, Burung –
burung berkicau, Matahari terbit dengan senyuman, Serasa damai hati ini. Lalu
ku nikmati secangkir kopi yang mungkin akan menjadi inspirasi kala itu.
Ku tuliskan kata demi kata yang terhubung. Imajinasiku, sejarahku,
ceritaku, kutumpahan ke dalam kertas dimana suatu saat nanti kertas itu akan
berarti dalam hidupku.
Tinggal di desa yang masih tradisional yang berada di kaki Gunung
Muria, tempat yang sejuk,damai, tenang dan mungkin akan ku tangisi saat ku
meninggalkannya.
Namaku Alan Sujarwo biasanya orang memanggilku Alan, dan sebenarnya
Sujarwo itu nama Ayahku, mungkin ayah menyelipkan namanya kepadaku agar Aku
mirip dengannya, Padahal kata Orang – orang aku mirip ibuku.
Sekolah bagiku kegiatan yang membosankan, Setiap kali matahari
terbit aku berangkat dan saat terik matahari menyengat aku pulang. Aku tak tahu
apa yang ku cari disekolah dan tak tahu apa tujuanku untuk itu.
Aku pernah bertanya pada sahabatku namanya Soleh, dia anak yang
yang kece dan konyol.
Aku bertanya: Leh, untuk apa sih kita sekolah?
Kita sekolah untu dapat uang saku (Jawab Soleh dengan nada tinggi)
Akupun tersenyum, hatiku berkata “ dasar Soleh di otaknya cuma ada
uang dan jajan”.
Aku berjalan kaki untuk menuju sekolah, tak terlalu jauh jaraknya
mungkin 1 kiloan.
Di sepanjang jalan terdapat sambutan,Senyuman teman – teman yang
menanti di setiap pertigaan jalan, ada Edy, Riko, Maman dan lainnya, Tak jarang
kami telat karena menunggu teman yang belum terkumpul.
Aktivitas harianku simple, pagi Sekolah, sore main, magrib ngaji
dan subuh ngaji juga. Dilihat dari
aktivitasku aku seorang yang alim dan baik. Tapi tidak dengan
kenyataannya, aku seorang pemabuk dari berbagai Oplosan, Arak dan minuman
lainnya, tak jarang aku harus mencuri barang orang lain hanya untuk membeli
sebotol minuman. Pada kenyataannya hidupku seperti itu, tak hayal kalau hidupku
sangat berwarna, walaupun itu warna gelap.
Aku memang ngaji dan belajar untuk hidup yang lebih baik, aku tahu
itu. Tapi aku tidak bisa menerapkannya dalam diriku, Hanya ada kebingungan yang
selalu menghantuiku.
Hingga pada saat itu sebuah rasa penyesalan yang datang
menghampiriku, Ketika sepulang sekolah aku mendapat kabar bahwa Pak Kyai (Guru
ngajiku) meninggal. Akupun terpukul terpukul mendengarnya, Sosok guru yang
sangat Ku hormati pada dedikasinya dan kesungguhan dalam mengajar, Beliau
adalah sosok yang mungkin tidak akan ku temui pada orang lain.
Beliau mendirikan sebuah pondok pesantren dengan jeripayah dan
uangnya sendiri, beliau tak pernah mau untuk meminta SPP dari santrinya,
sungguh hati yang mulia, meskipun beliau hanyalah seorang guru yang mengajar di
sekolah menengah, beliau tidak berfikir dua kali untuk membangun dan mengasuh
pesantren itu.
Setelah kepergian beliau aku seperti kehilangan arah, Bagaikan
musafir yang hilang di padang pasir. Tidak ada yang bisa menggantikan beliau,
aku berfikir untuk menulis kata demi kata untuk menjadi Riwayat pesan beliau,
beliau pernah berpesan,” Belajarlah, Suatu saat nanti kamu butuh itu”.
Mungkin bagiku perlu waktu lama untuk mencerna kata itu, dan aku akan belajar,
belajar dan belajar, ku harap suatu saat nanti ilmu akan bermanfaat untukku.
Waktu semakin berlalu akupun bahagia setelah lulus Sekolah,
walaupun nilai ujianku jelek. Sedikit demi sedikit aku mulai meninggalkan
kebiasaan burukku, Entah bagaimana aku melakukannya. Beliau, Pak kyai pernah
berkata:
“Mabuk itu pekerjaan Setan, ia bahagia dalam imajinasi, Saat kau
sadar kamu akan menyesal, Nikmat fikiran,otak yang kau rusak dengan mabuk. Jika
kamu bersungguh – sungguh mencari ilmu, Tinggalkan hal itu,”.
Mungkin pesan beliaulah yang mambuatku berfikir akan hidupku, aku
yakin ku akan dapat menjadi hidup yang lebih baik untuk masa depan. Saat ku
lulus sekolah aku memang bahagia, tapi bahagia dalam kebingungan, Apa yang
kulakukan setelah ini,,,kerja,kuliah atau bagaimana ?
Sahabatku Soleh mengajakku untuk bekerja sebgai kuli batu di
Jakarta, dan mayoritas warga di kampungku memang bekerja di ibukota sebagai
kuli batu yang katanya mendapatkan hasil yang lumayan.
Akupun Berfikir apakah hidup hanya untuk mencari uang ?
Mungkin jawabannya tidak, aku perlu lebih untuk itu, aku harus
belajar dan belajar, aku tahu ku bukan orang pintar dan aku memutuskan untuk
belajar.
Aku ingat kata pak Kyai” Harta tak bisa membeli ilmu, tetapi
dengan ilmu,harta bisa diperoleh”
Sampai pada akhirnya aku Kuliah di kota, sambil membantu keuangan
orang tua, aku tinggal di sebuah Masjid tak jauh dari tempat kuliah, Aktivas di
masjid ya Adzan, Bersih – bersih dan melayani Masyarakat, Entah apa yang
terjadi seorang pemabuk sepertiku di percaya dan di hormati untuk menjaga rumah
Allah, sungguh hal yang mustahil untuk di cerna akal sehat. Aku memang orang
tidak mampu, Tetapi orang tuaku yakin aku bisa menjadi orang yang lebih baik.
Pak kyai adalah Guru yang meniggalkanku dengan potongan pesan untuk
menuntunku kejalan kebenaran. Masih banyak pesan dari pak Kyai yang mungkin tak
bisa ku tuliskan dengan sebuah kata- kata.
Tidak ada profesi yang terbentuk tanpa adanya peran guru untuk
Kyai, Ustadz, guru dan apapun sebutannya.( Pahlawan tanpa tanda jasa ) itu
julukannya. Hormatilah guru niscaya ilmu akan manjadi berkah untuk masa
depanmu. Aku memang tidak pandai merangkai kata dan aku tidak pandai menghambil
hati pembaca, semoga kisah ini bisa bermanfaat untuk semuanya.
Oleh
: Meja Sekolahan
Tema : kyaiku pahlawanku
Email
: qunofurniture@gmail.com
Telp :
085229109795
Web : qunofurniture.com
Baca Juga artikel kami tentang Manfaat perencanaan meja murid
0 komentar:
Posting Komentar